True
Story
Aku ingin bercerita tentang seorang anak bernama
Eloise Adrienne Anselhasana, dia seorang perempuan berambut tipis, berdagu
lancip dan berhidung setengah mancung. Dia mempunyai keluarga yang sempurna,
seorang ibu, ayah, kakak dan adik. Dia anak yang begitu abstrak dan selalu
memikirkan sesuatu yang banyak orang tidak memikirkannya. Saat umur dia
menginjak 12 tahun, kehidupan mulai berubah, dia menjadi anak yang sangat
ditakuti oleh orang-orang. Dia menganggap
bahwa kehidupannya akan berjalan tanpa butuh satu orang pun didekatnya.
Kehidupannya terus berjalan, dia tetap menjadi dia, dia yang selalu merasa
hebat dari yang lain. Dia berteman dengan teman-teman yang menurut dia pantas
dan dia merasa anak-anak yang culun tak akan pernah satu level dengan dia. Eloise
dengan teman-temannya, Yiban, Aruzza, Adnirf, selalu bersama melakukan suatu
hal konyol yang membuat kepala sekolah ikut turun tangan, sampai waktulah yang
memisahkan mereka karna masuk sekolah menengah atas.
Dia melihat kehidupan yang jauh berbeda dengan
kehidupan sebelumnya. Dia mencoba
mengikuti jalan yang ia tempuh, seluruh teman sepemikirannya beda sekolah
dengannya. Walaupun begitu, dia mencoba mencari teman baru dan mendapatkan seorang wanita bermata besar bernama Anirki.
Anirki satu sekolah dengan dia saat sekolah menengah pertama walau tidak
terlalu dekat. Lama-kelamaan Anirki sering meninggalkannya sendiri, dan suka
marah-marah apabila Eloise pergi dengan temannya yang lain, “Dasar Egois” kata Eloise.
Sampai pada satu saat dia bertemu dengan seorang teman
yang bernama Hamaf bin Arhazza, dia sangat senang bertemu dengan seorang teman
yang begitu sepemikiran dengannya, dia tidak peduli dengan Anirki yang amat
marah melihat Eloise dengan teman barunya. “Sebenarnya bukannya aku tidak mau
berteman dengan Anirki, tapi kenapa tidak Anirki saja yang mendatanginya dan
sama berteman kesini”, terkadang Eloise berfikir seperti itu. Tapi sayangnya
Hamaf bin Arhazza memutuskan untuk pindah sekolah, yaa sebenarnya Eloise sangat
terpukul, tapi dia tidak pernah melihatkan kesedihannya didepan Hamaf, dia
selalu bilang “Yaudah sanah pindah saja, bagus juga kan biar satu kelas tidak
terlalu banyak”, yang dibalas tertawa oleh Hamaf.